Griya Sakinah 8 - Mencegah Pernikahan

 PENCEGAHAN PERNIKAHAN DINI

Dilansir dari laman resmi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pernikahan pada usia 12-21 tidak dibenarkan oleh Undang-Undang. Idealnya, perempuan disarankan menikah di atas umur 21 tahun karena tubuh dan psikologinya dinilai lebih siap. Pasalnya, pernikahan dini akan berdampak pada kesehatan jasmani, kesehatan, sosial hingga psikologis anak-anak perempuan maupun laki-laki. Maka dari itu, pencegahan pernikahan dini perlu dilakukan untuk meminimalisir banyak negatif yang diakibatkannya. Kesadaran berbagai stakeholder mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah dapat mengubah kasus pernikahan dini dan mengakhiri praktik negatif ini. Lalu, bagaimana cara pencegahan pernikahan dini dan apa saja dampak menikah di usia muda?

Cara Pencegahan Pernikahan Dini

1.      Menyediakan Pendidikan Formal Memadai

Ketika anak-anak perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan akses pendidikan formal yang memadai, maka pernikahan dini dapat dicegah. Setidaknya, minimal anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan SMA sebelum menikah. Riset menunjukkan, meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan anak. Mendapatkan akses ke pendidikan formal juga membuat anak-anak memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Hal tersebut pada akhirnya dapat lebih memudahkan untuk mencari pekerjaan sebagai persiapan untuk menghidupi keluarga.

2.      Pentingnya Sosialisasi tentang Pendidikan Seks

Kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini di Indonesia. Mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual penting untuk dilakukan. Hal tersebut tak lepas terjadi karena masih kurangnya pengetahuan tentang hubungan seksual yang dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan hingga dipaksa untuk menikahi pasangan mereka. Penelitian Aliansi Remaja Independen pada 2016 menunjukkan bahwa 7 dari 8 anak perempuan di Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Timur mengaku hamil sebelum menikah. Padahal, kehamilan di usia dini dapat meningkatkan kemungkinan meninggal dua kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang hamil di usia 20-an.

3.      Memberdayakan Masyarakat Agar Lebih Paham Bahaya Pernikahan Dini

Orang tua dan masyarakat sekitar adalah stakeholder terdekat yang dapat mencegah terjadinya pernikahan dini. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pemberdayaan kepada mereka terkait konsekuensi negatif dari pernikahan dini. Adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat menginspirasi agar membela hak-hak anak perempuan dan tidak memaksanya untuk menikah dini. Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium

4.      Meningkatkan Peran Pemerintah

Cara pencegahan pernikahan dini agar tidak timbulkan komplikasi kehamilan bisa dilakukan dengan mendorong peran pemerintah dalam meningkatkan usia minimum pernikahan. Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa perkawinan akan diizinkan apabila anak laki-laki dan perempuan telah mencapai usia 19 tahun. Kebijakan hukum lain yang dapat menjadi alat untuk mencegah pernikahan dini di antaranya seperti pencatatan akta kelahiran dan perkawinan.

5.      Mendorong Terciptanya Kesetaraan Gender

Anak perempuan lebih rentan mengalami pernikahan dini lantaran persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap peran domestik atau rumah tangga. Keluarga dan masyarakat cenderung menganggap anak perempuan lebih siap untuk menikah ketika sudah bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebaliknya, laki-laki justru lebih dibebaskan untuk menikah dan menjadikan kemandirian secara ekonomi sebagai kesiapan. Padahal, mau perempuan atau laki-laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihannya dalam menikah. Selain itu, perempuan juga memiliki hak untuk terus berkarya tanpa harus ditakuti dengan stigma “jangan jadi perawan tua, nanti nggak ada laki-laki yang mau”. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayo Ngaji! 10. MAD