Ketupat

 MAKNA DAN FILOSOFI KETUPAT

 

Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa muda (janur), atau kadang-kadang dari daun palma yang lain. Ketupat juga bisa dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura.

Sejarah Ketupat di Indonesia

Ketupat pertama kali diperkenalkan di Indonesia saat Islam masuk ke tanah Jawa sejak abad ke-15 pada masa pemerintahan Kerajaan Demak. Sunan Kalijaga adalah seseorang yang memperkenalkan makanan ketupat kepada masyarakat dalam rangka berdakwah menyebarkan agama Islam ke Tanah Jawa.

Dilansir dari Science Direct, dalam sebuah penelitian yang berjudul Ketupat as Traditional Food of Indonesia oleh Angelina Rianti, menuliskan bahwa Bakda Lebaran dan Bakda Kupat juga dikembangkan oleh Sunan Kalijaga. Keduanya memiliki kaitan yang erat dengan ketupat. Selama Bakda Kupat, hampir setiap rumah terlihat ramai dan orang-orang menganyam daun kelapa menjadi ketupat. Lalu, dimasak dan dibagikan kepada tetangga, keluarga, serta saudara sebagai simbol kebersamaan.

Makna dan Filosofi Ketupat

Dalam penyebaran dakwahnya, Sunan Kalijaga menggunakan ketupat dengan filosofi dan makna yang dalam. Ketupat diambil dari bahasa Jawa yang artinya ‘Ku’ (ngaku) yang berarti mengakui dan ‘Pat’ (lepat) yang berarti kesalahan, sehingga ketupat adalah ngaku lepat atau mengaku bersalah.

Tidak hanya itu, ketupat juga diartikan sebagai laku papat yang terdiri dari empat aksi. Keempatnya yaitu lebaran dari kata dasar lebar (pintu maaf yang dibuka lebar-lebar terhadap kesalahan orang lain), luberan dari kata dasar luber (berlimpah atau memberi sedekah pada orang yang membutuhkan), leburan dari kata dasar luber (saling memaafkan atau melebur dosa), dan laburan atau kata lainnya kapur (bebas dari dosa-dosa, menyucikan diri, putih bersih layaknya bayi yang baru lahir).

Pembuatan ketupat yang harus dianyam dengan rumit juga memiliki makna. Kerumitan anyaman menggambarkan keragaman masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan silahturahmi, sedangkan beras dimaknai nafsu duniawi. Ada juga yang memaknai rumitnya anyaman adalah beragam kesalahan manusia, sedangkan beras putih di dalamnya dimaknai dengan kesucian hati yang memaafkan kesalahan tersebut.

Sementara itu, daun kelapa muda yang digunakan sebagai pembungkusnya dalam bahasa Jawa disebut sebagai janur. Ini merupakan akronim dari “Jannah Nur” atau “Cahaya Surga”. Janur juga dianggap merupakan akronim dari “Jatining Nur” atau “Hati Nurani”.

Jadi filosofinya, saat lebaran, kita harus membersihkan hati dari segala macam hal negatif sehingga bisa kembali ke fitri, kembali suci dengan saling memaafkan.

Ada dua bentuk utama ketupat, yaitu kepal bersudut tujuh dan jajaran genjang bersudut enam. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Meskipun muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran, varietas yang paling umum adalah ketupat berbentuk kubur, yang menyerupai keranjang anyaman kecil.

Nggak ketinggalan, bentuk segi empat ketupat yang begitu khas menggambarkan prinsip “kiblat papat, limo pancer (empat arah, satu pusat)”, yang memiliki makna “ke mana pun manusia melangkah, pasti akan kembali pada Sang Pencipta”.

Secara keseluruhan, makna ketupat adalah nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.

Makanya tidak heran, bila kita melihat di hari lebaran orang saling meminta maaf. Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

Ketupat biasanya disajikan dengan opor, sambal goreng, atau rendang. Akan tetapi, ada juga makanan khas daerah yang juga menggunakan ketupat meski tidak hari raya, seperti kupat tahu (Sunda), katupat kandangan (Banjar), grabag (Magelang), kupat glabet (Tegal), coto makassar (Makassar), dan sebagainya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayo Ngaji! 10. MAD