Ngaji Zakat Part 25 - Zakat Kontemporer (Zakat Perusahaan - Dasar Penghitungan Zakat Perusahaan)

Dasar Penghitungan Zakat Perusahaan

a. Prinsip Dasar Hitungan Zakat Perusahaan

Prinsip-prinsip ini merupakan hasil adopsi dari bahasan fikih zakat untuk kemudian disajikan dalam sebuah standar laporan zakat perusahaan. Sebagaimana berikut:

1. Tahunan (perhaul): Bahwa penaggalan haul, awal dan akhir tahun sebuah harta tiap tahunnya harus jelas baik berdasarkan penanggalan hijriah ataupun masehi. Setiap perusahaan memilih tanggal tahunannya yang sesuai dengan kondisnya.

2. Independensi tahun zakat: Bahwa setiap tahunnya zakat memiliki awal dan akhir tersendiri dan terpisah dari tahun-tahun berikutnya. Hal ini karena tidak bolehnya mewajibkan dua zakat pada satu harta dalam tahun yang sama. Sebagaimana sabda Rasulullah:

Artinya: “Tidak ada dua kali pembayaran dalam zakat.”(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Adanya perkembangan harta: harta wajib zakat haruslah harta yang berkembang secara riil atau diperkirakan bisa berkembang jika diberi peluang untuk dikelola dan diinvestasikan. Berdasarkan ini, maka aset tetap dan yang semisalnya tidak termasuk kepada zakat, karena ia sebatas digunakan untuk pemakaian pribadi dan bukan untuk investasi ataupun perdagangan. Hanya pertumbuhan (laba dan pendapatan) yang lahir dari modal yang dianggap sebagai harta wajib zakat.

4. Nishab zakat dengan menggabungkan semua harta zakat: Bahwa harta-harta yang disiapkan untuk diperdagangkan, dianggap sebagai satu gabungan dan memiliki satu nishab.

5. Zakat dihitung dari harta bersih: bahwa harta wajib zakat haruslah harta yang telah dikurangi dari semua pengeluaran wajib, atau kewajiban lancar (current liabilities), lalu selisihnya disebut dengan takaran (wi’a) zakat.

6. Membebankan zakat kepada mitra (pemegang saham/pemilik modal). Zakat dibagi kepada mitra sesuai dengan kepemilikan modal.

b. Perlakukan Zakat Pada Aset Perusahaan

Identifikasi perlakuan zakat pada masing-masing aset perusahan adalah sebuah keharusan sebagai langkah awal pada saat membaca laporan neraca atau pada saat membaca kumpulan aset pada daftar keuangan perusahaan. Sebagaimana uraian berikut:

Pertama: Aset Tetap (Fixed Assets)

Maksudnya aset yang dimiliki untuk membantu dalam mengerjakan aktivitas perusahaan, dan bukan untuk dijual atau diinvestasikan. Seperti properti, alat-alat, mesin, mobil, perabot, barang-barang perlengkapan, dan yang sejenis.

Dari sudut pandang zakat harta, aset ini tidak termasuk dalam harta zakat, karena tidak termasuk harta yang berkembang. Selain itu, penyusutan harganya juga tidak berdampak pada zakat, karena aset asalnya tidak tunduk kepada zakat.

Kedua: Properti Investasi

Maksudnya adalah aset tetap yang dimiliki dengan tujuan memperoleh pemasukan, bukan untuk digunakan atau dijual. Contohnya: properti yang disewakan kepada orang lain, kendaraan yang disewakan, sekuritas di anak perusahaan atau perusahaan afiliasi (sister company) yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan dan bukan dalam bentuk mudharabah, serta surat-surat investasi yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan.

Dari sudut pandang zakat harta: Investasi ini tidak termasuk ke dalam harta zakat, melainkan hanya pemasukan yang diperolehnya selama satu haul yang wajib zakat.

Ketiga: Aset Yang Sedang Dibuat(Assets On Progress)

Maksudnya adalah proyek pembangunan beberapa aset yang harus dimiliki oleh perusahaan dengan status masih belum selesai. Dari sudut zakat harta dibedakan menjadi:

1. Aset yang sedang dibuat dan akan dijadikan sebagai aset tetap guna menyokong pelaksanaan aktivitas perusahaan. Jenis ini tidak termasuk ke dalam harta zakat.

2. Aset yang sedang dibuat dan akan dijadikan sebagai barang dagangan. Jenis ini termasuk dalam harta zakat setelah mendapat kepastian dari ahli tentang berapa nilai pastinya.

Keempat: Beban Dibayar Dimuka

Maksudnya biaya yang dikeluarkan untuk pendirian perusahaan, kajian-kajian, uji coba, biaya promosi dan lainnya.

Dari sudut pandang zakat harta, biaya-biaya ini tidak termasuk dalam harta zakat karena ia bukan harta yang berkembang.

Kelima: Persediaan Barang Dagangan (Inventory)

Persediaan barang dagangan yaitu barang dagangan dan sejenisnya yang siap untuk diperjualbelikan, termasuk: (1) barang yang telah siap dijual; (2) barang yang sedang diproduksi dan masih membutuhkan beberapa pekerjaan sampai ia menjadi sempurna; dan (3) bahan baku awal yang akan digunakan untuk proses produksi.

Dari sudut pandang zakat harta, barang-barang ini termasuk dalam harta zakat, karena ia berkembang dan disiapkan untuk perdagangan.

Keenam: Letter of Credit

Maksudnya biaya yang dibayarkan ke bank untuk membuka kredit guna membeli alat-alat, atau perlengkapan, atau spare part, atau barang-barang atau bahan baku dari luar. Menurut perlakuan umum akuntansi, biaya-biaya ini dimasukkan ke dalam kumpulan aset lancar.

Dari sudut pandang zakat harta, jika kredit ini untuk membeli aset tetap atau spare part atau yang sejenisnya, maka ia tidak termasuk harta zakat, karena ia mengambil hukum yang sama dengannya. Adapun jika kredit ini untuk membeli barang atau bahan baku atau yang sejenisnya, maka ia termasuk dalam harta zakat.

Ketujuh: Piutang

Maksudnya piutang di tangan orang lain, yang berasal dari berbagai macam transaksi dengan perusahaan. Contohnya: piutang yang akan kembali, pinjaman, monetary trust.

Dari sudut pandang zakat harta, dibedakan menjadi:

1. Piutang yang diharapkan dapat kembali– termasuk harta zakat berdasarkan nilainya yang terdaftar berdasarkan perjanjian.

2. Piutang yang diragukan dapat kembali, tidak termasuk harta zakat karena ia kehilangan syarat adanya kepemilikan yang sempurna. Jika kelak piutang yang diragukan ini dikembalikan, maka ia akan berpengaruh pada uang yang ada selama satu haul, dan wajib dikeluarkan zakatnya.

Kedelapan: Wesel Tagih (Notes Receivable) dan Cek Mundur

Maksudnya adalah surat berharga komersial (Commercial Paper) dan cek mundur yang ditarik untuk pihak ketiga (drawee). Dari sudut pandang zakat harta, dibedakan yaitu:

1. Wesel tagih yang diharapkan dapat kembali– ini termasuk harta zakat berdasarkan nilainya yang terdaftar dan ditandatangani oleh pihak ketiga (drawee).

2. Piutang yang tidak diharapkan dapat kembali (diragukan), ini tidak termasuk harta zakat karena ia kehilangan syarat adanya kepemilikan yang sempurna.

Kesembilan: Investasi Jangka Pendek

Maksudnya investasi keuangan yang dilakukan oleh perusahaan saat adanya liquidity excess jangka pendek dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas mudharabah atau dari aktivitas investasi pada lembaga-lembaga keuangan.

Diantara contoh dari investasi jangka pendek ini adalah:

1. Sekuritas (saham, obligasi dan sukuk).

2. Sukuk investasi yang diterbitkan oleh bank dan tabung-tabung investasi.

3. Sertifikat investasi yang diterbitkan oleh bank dan tabung-tabung investasi.

4. Bentuk-bentuk sekuritas lain yang sejenis.

Ciri khas dari investasi ini adalah berjangka pendek dan berjalan sehingga bisa dicairkan saat dibutuhkan.

Dari sudut pandang zakat harta, aset ini merupakan harta wajib zakat yang dinilai berdasarkan nilai pasarnya pada akhir haul saat tiba waktu untuk mengeluarkan zakat, ditambah dengan keuntungan yang didapat. Jika bagi hasilnya mengandung uang yang tidak sesuai syariat karena riba, maka itu harus dipisahkan dan disalurkan untuk fasilitas umum seperti jalan, jembatan, atau jamban.

Kesepuluh: Jaminan Pihak Ketiga

Maksudnya uang yang ada pada pihak ketiga baik pemerintah atau lembaga dan perusahaan sebagai jaminan. Dana ini tidak bisa ditarik kecuali setelah selesainya tujuan dari pembayarannya. Hukumnya sama dengan harta yang terikat atau tertahan.

Dari sudut pandang zakat harta, ini tidak termasuk harta zakat karena hukumnya sama dengan harta yang terikat atau tertahan. Namun, pada saat harta tersebut bisa didapatkan, maka menjadi wajib zakat jika sudah satu haul.

Kesebelas: Kas di Bank

Maksudnya sejumlah uang yang disetorkan di bank sampai adanya permintaan. Sebagai contoh: transaksi berjalan, deposito berjangka, rekening investasi, rekening tabungan, dan yang lainnya. Bank-bank konvensional biasanya memberi bunga atau bagi hasil untuk sebagian dana ini. Sementara bank-bank syariat memberinya bagian dari keuntungan yang riil.

Dari sudut pandang zakat harta, dana-dana ini termasuk dalam harta zakat berdasarkan jumlah riilnya pada akhir haul. Dan apabila ia mengandung bunga riba, maka harus dipisahkan dan disalurkan untuk amal sosial, namun bukan dengan niat sedekah, dan tidak pula dimasukkan ke dalam harta zakat. Namun apabila ia mengandung keuntungan yang halal, maka harus ditambahkan kepada dana awal dan kemudian dikeluarkan zakatnya secara keseluruhan.

Keduabelas: Petty Cash

Maksudnya dana yang disimpan oleh perusahaan dalam bentuk likuiditas untuk digunakan saat kebutuhan mendesak dan kebutuhan kecil, pengecekannya dilakukan pada akhir haul. Pencatatan petty cash dimasukkan ke dalam item uang tunai di box, di bawah kategori aset lancar.

Dari sudut pandang zakat harta, dana ini termasuk harta zakat berdasarkan pada pengecekan aktual di akhir haul. Jika ditemukan mata uang asing, maka harus ditukarkan kepada mata uang setempat berdasarkan nilai tukar diakhir haul. Jika ditemukan uang emas atau perak, maka ditukar kepada uang tunai berdasarkan nilai pasar yang berlaku saat haul zakat.

c. Perlakuan Zakat Pada Liabilitas Perusahaan

Sesuai dengan hukum zakat perdagangan, liabilitas harus dikeluarkan dari harta wajib zakat. Para fuqaha telah menetapkan beberapa syarat yang wajib dipenuhi dalam menyikapi liabilitas perusahaan, diantaranya adalah:

1. Liabilitas haruslah sesuai syariat, dalam arti bahwa karena sebab yang sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat.

2. Liabilitas harus berjangka pendek dan harus dibayarkan pada rentang satu haul (tahun).

3. Sah (legal secara hukum) dan bukan dibuat-buat atau sekedar formalitas.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi beberapa jenis liabilitas perusahaan, antara lain:

Pertama: Liabilitas Jangka Panjang

Berupa utang jangka panjang yang diperoleh perusahaan untuk mendanai pembelian aset tetap dan aset lancar. Hal ini muncul dalam kumpulan utang tetap, biasanya pembayarannya disepakati secara bertahap.

Dari sudut pandang zakat harta: yang dikurangi hanyalah bagian yang harus dibayarkan dari harta zakat pada setiap periode tahunnya saja.

Kedua: Wesel Bayar

Berupa surat berharga komersial (Commercial Paper) dan cek mundur yang ditarik untuk perusahaan, biasanya berjangka pendek. Dari sudut pandang zakat harta, liabilitas ini dikurangi dari harta zakat saat berada pada masa jatuh tempo.

Ketiga: Pendapatan Diterima Dimuka

Maksudnya dana yang dibayarkan oleh para agen sebagai jaminan atau pembayaran di muka, dengan tujuan mensuplay barang atau memberikan layanan kepada mereka.

Dan dari sudut pandang zakat harta, hal ini merupakan bagian yang harus dikurangi dari harta zakat.

Keempat: Utang Transaksi Berjalan

Merupakan dana milik pihak lain yang timbul karena berbagai transaksi, baik itu kepada individu, perusahaan, lembaga, maupun instansi pemerintah.

Dari sudut pandang zakat harta: utang pada transaksi berjalan termasuk liabilitas yang wajib dikurangi dari harta zakat.

Kelima: Beban Terutang

Merupakan dana yang harus dibayar perusahaan sebagai imbalan atas layanan yang diberikan kepada perusahaan dan belum dibayar sampai akhir tahun zakat.

Dari sudut pandang zakat harta: beban terutang ini dianggap sebagai liabilitas jangka pendek yang harus dibayar segera, dan termasuk yang wajib dikurangi dari harta zakat.

Keenam: Apropriasi

Merupakan liabilitas yang harus dibayarkan oleh perusahaan, namun belum ditentukan nilainya secara spesifik. Contohnya adalah: apropriasi untuk pajak, kompensasi, denda, pembayaran karena tidak ada layanan, dan sebagainya.

Dari sudut pandang zakat harta: bagian yang harus segera dibayarkan pada tahun berikutnya dianggap sebagai liabilitas yang harus dikurangi dari harta zakat, dengan syarat liabilitas ini bersifat wajar.

Ketujuh: Hak Kepemilikan

Merupakan nilai bersih yang dimiliki mitra dalam sebuah perusahaan. Diantara elemen-elemen ini adalah:

1. Modal

2. Cadangan

3. Keuntungan yang tidak dibagi

Dari sudut pandang zakat harta, harta kepemilikan tidak dianggap sebagai bagian dari liabilitas perusahaan, sehingga ia tidak berpengaruh kepada takaran zakat.

d. Pemilihan Metode Kepemilikan Modal

Terdapat berbagai metode untuk menghitung zakat pada sebuah perusahaan diantaranya adalah metode income dan kepemilikan modal.

Pada buku ini penulis lebih memilih metode kepemilikan modal oleh karena baik dari sudut pandang fikih, juga dari sudut pandang akuntansi zakat lebih mudah untuk diaplikasikan.

e. Penentuan Berdasarkan Kepemilikan Modal

Pada perusahaan join saham (joint stock company), maka pembagian jumlah zakat yang wajib dikeluarkan dilakukan berdasarkan jumlah saham. Dalam prakteknya terdapat dua kondisi, yaitu:

Pertama: Para pemegang saham menyerahkan kepada manajemen perusahaan untuk mewakili mereka dalam membayarkannya. Lalu dibebankan kepada transaksi berjalan mereka sebagai penarikan.

Kedua: Tidak menyerahkan kepada perusahaan melainkan para pemegang saham sendirilah yang membayar zakatnya secara mandiri. Dalam kondisi ini, mereka diberitahu oleh manajemen tentang bagian dari masing-masing.

 

 

https://baznas.go.id/dasar_penghitungan

Komentar